Minggu, 28 Juni 2015

Yohanes 9:8-23 (Sungguh Allah, Sungguh Manusia)



Renungan Pelka Laki-laki 
Pembacaan Alkitab: Yohanes 9:8-23
Ditulis oleh: Pdt. Victor A. Kakambong, S. Teol

SUNGGUH ALLAH, SUNGGUH MANUSIA
Dewasa ini ada banyak aliran kepercayaan yang mengajarkan tentang siapa Yesus itu menurut pemahaman mereka. Ada yang mengatakan bahwa Yesus itu bukan Allah, Dia hanya sebagai pengantara yang derajatnya lebih rendah dari Allah dan sedikit lebih tinggi dari manusia (Saksi Yehova). Ada gereja yang menekankan tentang Yesus dan aturan hari tertentu, ada gereja yang mengutamakan manifestasi Roh Kudus sebagai tanda orang percaya Yesus. Dan ada aliran yang menekankan tentang penyebutan nama Yesus dengan sebutan “Yesyuah Hammasiahk” . Pokok ajaran gereja memang bersumber dari Kepala Gereja sendiri yaitu Yesus. Oleh karena itu untuk memahami ajaran yang sehat terlebih dahulu gereja harus memahami siapa Yesus yang ada dalam kebenaran catatan Alkitab dan bukan pada ajaran-ajaran yang lain. Seperti dalam pembacaan kita saat ini.
Pada teks pembacaan kita saat ini, terjadi pertentangan di kalangan orang-orang Farisi ketika Yesus menyembuhkan orang yang buta sejak lahir. Sebagian dari mereka mempersoalkan hari Sabat waktu Yesus melakukan mujizat penyembuhan itu, sebagian lagi mempersoalkan apakah Yesus berdosa atau tidak? Sebab orang berdosa tidak mungkin melakukan mujizat. Dalam injil Yohanes, penulisnya mau meyakinkan para pembaca bahwa Yesus adalah Anak Allah yang berkuasa sekaligus juga adalah Anak Manusia. Menelisik pertentangan di kalangan orang-orang Farisi tentang siapa Yesus dalam teks pembacaan ini, maka injil Yohanes mau mengatakan bahwa :
1.       Yesus adalah Allah yang tidak dapat dibatasi oleh batasan aturan hari. Sebab pengudusan hari tertentu (Sabat) sebenarnya bermaksud agar tersedianya waktu khusus manusia untuk bersekutu dengan Allahnya dan bersaksi tentang karyaNya. Oleh karena itu ketika Yesus berjumpa dengan orang buta, Ia menyembuhkannya untuk menyatakan karya Allah. Sebab Ia adalah Tuhan atas hari sabat (Matius 12:8; Markus 2:28; Lukas 6:5). Yang terutama bukanlah persoalan harinya tetapi apakah Allah sudah dimuliakan dan karya Allah sudah dinyatakan dalam diri orang yang percaya kepadaNya?
2.       Yesus adalah anak manusia yang dilahirkan ke dunia dalam bentuk manusia sejati. Dalam kemanusiaanNya, tentu saja ia sama dengan kita dalam segala hal kecuali dosa. Sebagai manusia, Yesus bisa saja berbuat dosa tetapi Ia memilih untuk taat tidak berbuat dosa sampai kematianNya (Filipi 2:6-8). Yesus dalam kemanusiaanNya telah membuktikan kepada kita bahwa hidup dapat dijalani dengan menjauhi dosa. Apalagi keselamatan itu sudah dikaruniakan bagi kita. Sebagai orang yang percaya kepadaNya maka hidup kita harus meneladani hidupNya.
Cerita penyembuhan orang yang buta sejak lahir ini lebih memperjelas kepada kita tentang siapa Yesus itu.  Dalam diriNya kita melihat kesempurnaan Allah dan KemanusiaanNya. Ibarat air dan minyak dalam sebuah wadah yang menyatu  tetapi tetap dua entitas yang berbeda. Ia 100% Allah dan 100% manusia. Dengan mengenalNya, kita makin kokoh dalam kesetiaan mengikut Dia. (vak)


Yohanes 8:30-36 (Ia Yang Memerdekakan)



Renungan Pelka Laki-laki
Pembacaan Alkitab: Yohanes 8:30-36
Ditulis oleh: Pdt. Victor A. Kakambong, S. Teol

IA YANG MEMERDEKAKAN
Tidak ada orang yang ingin hidupnya berada di bawah penjajahan. Kata Penjajahan berasal dari kata jajah yang dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia berarti menguasai dan memerintah secara paksa. Di bawah penjajahan berarti berada dalam kekuasaan secara paksa. Orang yang terjajah tidak memiliki kebebebasan untuk mengekspresikan dirinya dan perasaannya sebab semuanya dikekang oleh siapa yang menjajahnya. Penjajahan juga berarti perbudakan, sebab mereka yang terjajah berada dalam kuasa siapa yang menjajahnya.
Dalam pembacaan kita saat ini Yesus berbicara mengenai kebenaran yang memerdekakan. Apa itu kebenaran yang memerdekakan dimaksudkan Yesus? atau lebih jauh lagi kebenaran yang memerdekakan dari apa? Penting untuk dipahami bahwa Yesus berbicara bukan dalam konteks kemerdekaan bangsa Yahudi dari penjajahan Romawi, tetapi Ia berbicara mengenai kemerdekaan manusia dari belenggu dosa. Tetapi dengan angkuhnya orang-orang Yahudi mengatakan bahwa mereka adalah keturunan Abraham yang tidak pernah menjadi hamba siapapun (ayat 33). Mereka menilai diri sebagai orang suci yang tidak berdosa karena faktor keturunan langsung Abraham. Benarkan demikian? Surat Roma pasal 6 mengatakan bahwa manusia dahulunya adalah hamba dosa sehingga hukum taurat diberikan kepada manusia untuk menjadi peringatan kepada manusia akan dosa itu. Tidak ada manusia yang tidak pernah berdosa sehingga manusia menurut Yesus adalah hamba dosa (ayat 34).
Kebenaran yang memerdekakan itu adalah Yesus sendiri. Yesus berbicara tentang diriNya sebagai kebenaran yang memerdekakan manusia dari perbudakan dosa (ayat 36). Ia memerdekakan manusia yang percaya kepadaNya lewat karya penebusan di kayu salib. Seperti karena Adam semua manusia menjadi hamba dosa, maka di dalam Yesus, semua manusia dimerdekakan dari dosa (Roma 5:18-19). Itulah kebenaran yang dimaksudkan oleh Yesus. Manusia dalam kekuatannya sendiri tidak dapat melepaskan dirinya dari perhambaan dosa.
Oleh karena itu Yesus berkata kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya “Jikalau kamu tetap (Meno”- Yunani = tinggal menetap) dalam firmanKu, kamu adalah muridKu”. Tinggal menetap berarti tidak berpindah-pindah. Orang yang tinggal menetap dalam firmanNya adalah orang yang setia dalam setiap detik hidupnya ada dalam terang kebenaran firman itu.
Kebenaran itu sudah datang ke dalam dunia dan Kebenaran itu sudah diberikan kepada kita. Yang menjadi persoalan apakah kita mau hidup dan tinggal menetap dalam Kebenaran itu atau kita mau tetap untuk diperhamba oleh dosa. Pilihannya ada di tangan kita masing-masing. Tetapi mengingat bahwa tidak ada orang yang mau hidup di bawah penjajahan maka tentu saja kita mau hidup di dalam Kebenaran Yang Memerdekakan itu yang adalah Yesus sendiri. (vak)

Yohanes 7:25-36 (Siapa Dia)


Renungan Pelka Laki-laki 
Pembacaan Alkitab: Yohanes 7:25-36
Ditulis oleh: Pdt. Victor A. Kakambong, S. Teol

SIAPA DIA
Pada tahun 90an pernah ada sebuah acara kuis televisi yang mengharuskan peserta kuis itu untuk menebak tokoh atau orang terkenal (Selebritis) dunia dan lokal hanya dengan melihat potongan foto yang tidak lengkap atau hanya dengan mendengar latar belakang diri tokoh tersebut. Kuis ini sangat terkenal bahkan lagu jingle-nya pun dikenal orang banyak “ho, ho siapa dia? Bolehkah aku melihat dari wajahmu, ho, ho siapa dia”. Kunci untuk memenangkan kuis ini adalah sejauh mana peserta mengenal, baik wajah maupun latar belakang tokoh yang akan ditebak itu.
Ketika Yesus tampil di hadapan orang Yahudi, banyak dari antara mereka yang mengenal Dia sebagai seorang anak tukang kayu dari Nazareth (Lihat Luk. 4:22; Mat. 13:55; Mrk. 6:3). Ia bukanlah orang asing di antara orang-orang Yahudi. Mereka mengenal Dia, tahu dari mana asalNya dan siapa orang tuaNya. Persoalan muncul ketika pengajaran dan perbuatan ajaib yang dilakukan oleh Yesus disangkut pautkan dengan asal-usulnya. Mereka memang mengenal Dia dan tahu asal usulNya tetapi mereka tidak melihatnya sebagai Mesias yang dinubuatkan oleh nabi-nabi sebelumnya. Orang banyak mengenal dia sebatas Yesus anak Yusuf si tukang kayu dari Nazareth. Ada dua kata berbeda yang diterjemahkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia dengan kata “tahu” (ayat 26, 27). Pada pembacaan kita yang lalu kita mengenal kata Yunani “Ginosko” yang dipakai Petrus dalam pengakuannya tentatang siapa Yesus. Kalau Ginosko berarti “mengenal dengan pasti” maka dalam teks pembacaan kita saat ini kata yang dipakai adalah “Eido” yang lebih menunjuk kepada “mengenal secara sepihak”. Seperti contoh sederhana, kita semua mengenal Bapak Joko Widodo sebagai Presiden RI tetapi persoalannya apakah Bapak Joko Widodo juga mengenal kita?. Konsep mengenal dalam kata Eido” adalah seperti itu. Berbeda dengan kata Ginosko yang menunjukkan pengenalan dari dua belah pihak. Kalau kita mengenal Yesus maka Yesus pun mengenal siapa kita.
Orang-orang di Yerusalem dalam pembacaan kita ini gagal mengenal siapa Yesus yang ada di hadapan mereka. Sehingga kabar suka cita injilpun gagal mereka terima sehingga mereka berusaha untuk menangkap Yesus untuk menyingkirkan Dia.
Bagi kita sekarang ini, yang patut untuk kita renungkan adalah sejauh mana kita mengenal Dia sebagai Tuhan dan Juru Selamat kita. Orang yang mengaku mengenal Yesus Kristus Tuhan adalah orang yang hidup dan dihidupi oleh pengenalannya itu. Kuasa Injil yang memerdekakan dan menyempurnakan hanya dapat dialami oleh orang-orang yang mengenal dengan pasti siapa Dia. Bagi mereka yang tidak hidup dan dihidupi oleh pengenalan yang sungguh kepadaNya, Yesus berkata “Kamu akan mencari Aku, tetapi kamu tidak akan bertemu dengan Aku, dan: Kamu tidak dapat datang ke tempat di mana aku berada”. (vak)

Yohanes 6:67-71 (Percaya Saja Tidak Cukup)



Renungan Pelka Laki-laki  
Pembacaan Alkitab: Yohanes 6:67-71
Ditulis oleh: Pdt. Victor A. Kakambong, S. Teol

PERCAYA SAJA TIDAK CUKUP
Seorang Pemain Sirkus mengadakan pertunjukan menyeberangi seutas tali yang direntangkan di atas sebuah kolam penuh  buaya lapar. Penonton tegang karena tahu persis apabila pemain sirkus itu tergelincir dari tali maka ia akan jatuh ke dalam kolam yang penuh buaya dan pasti akan menjadi santapan buaya-buaya itu. Dengan tenang, pemain sirkus itu meniti tali setapak demi setapak. Semua orang menahan nafas ketika sesekali pemain sirkus itu tampak oleng di atas tali. Namun pada akhirnya pemain sirkus itu berhasil sampai ke seberang kolam dengan sorak-sorai dari penonton. Dari seberang kolam, pemain sirkus itu bertanya kepada penonton “Percayakah saudara-saudara kalau saya dapat menyeberangi kembali kolam ini di atas tali?”. Semua penoton sontak berteriak “Percaya...!”. “Kalau begitu siapa yang bersedia naik ke bahuku sementara aku menyeberang” tantang si pemain sirkus. Semua penonton diam, saling sikut, dan mulai saling tunjuk untuk menjadi sukarelawan. Semua tidak ada yang bersedia karena takut menjadi santapan buaya. Tiba-tiba dari antara kerumunan penonton, seorang anak kecil maju dan bersedia untuk naik ke bahu pemain sirkus itu. Semua orang tegang bahkan ada yang menutup matanya karena tidak berani melihat kalau anak itu jatuh. Tetapi dengan tenang si pemain sirkus itu kembali menyeberangi kolam dengan seorang anak di atas bahunya. Sang anak juga tenang ada di atas bahu si pemain sirkus bahkan sesekali tertawa ketika si pemain sirkus itu agak oleng di atas tali dan mereka berhasil sampai ke seberang.
Injil Yohanes adalah injil yang mengedepankan tentang ke-Allah-an Yesus. Tidak ada injil yang lain yang menekankan sifat kemanusiawian dan sekaligus juga sifat keilahianNya selain injil Yohanes ini. Injil Yohanes mau meyakinkan pembacanya agar percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah yang sejati “Yang Kudus Dari Allah” , yang kedudukanNya setara dengan Bapa dan Roh Kudus.
“Dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah” adalah pengakuan Petrus tentang siapa Yesus itu (ayat 69).
Kata “percaya” diterjemahkan dari kata Yunani “Pisteou” yang berarti “Mempercayakan diri atau memberi diri sepenuhnya”, ibarat seorang bayi yang percaya sepenuhnya kepada ibunya. Orang yang percaya kepada Yesus adalah orang yang mempercayakan dirinya, hidupnya, keluarganya, kesehatannya dan semua aspek hidupnya kepada Yesus. Sedangkan kata “tahu” diterjemahkan dari kata Yunani “Ginosko” yang lebih tepat kalau diterjemahkan “mengenal dengan pasti”. Oleh karena itu Petrus mau mengakui bahwa mereka (murid-murid) bukan hanya mempercayakan hidup mereka kepada Yesus tetapi juga mereka mengenal dengan pasti siapa Yesus itu.
Kalau kita mengaku Percaya kepada Yesus maka pengakuan itu menuntut kita untuk mengenal Dia. Mengenal Dia berarti tahu persis apa keinginanNya, bagaimana ajaranNya, seperti apa hatiNya dan apa yang dikehendakiNya bagi kita dalam menjalani hidup sebagai anggota Pelka Laki-laki.
Anak yang ada di bahu pemain sirkus itu tidak hanya percaya kalau pemain sirkus itu dapat menyeberangkan dirinya ke seberang kolam tetapi juga mempercayakan dirinya kepada pemain sirkus itu sebab dia mengenal dengan pasti siapa pemain sirkus itu. Sebab pemain sirkus itu adalah ayahnya sendiri. (vak)

Rabu, 18 Februari 2015

Kisah Para Rasul 6:1-7 (Pelayan Meja)


Kisah  Para Rasul 6:1-7
Nats Pemb :Matius 23:11

Ditulis Oleh : Pnt. V. C. L. Sigarlaki, S. Th


Pelayan Meja


P
ara penulis Alkitab memberikan kesaksian bahwa dalam melaksanakan pelayanan-Nya di dunia, Yesus tidak bekerja seorang diri melainkan dibantu oleh orang-orang lain. Ia memanggil siapa saja yang dikehendaki-Nya dan memilih mereka dengan bebas, tanpa melihat latar belakang atau pun status sosial dari orang yang dipanggil dan dipilih-Nya. Diantaranya, Yesus pun memilih murid-murid-Nya secara khusus dari sekian banyak orang yang percaya dan mengikut Dia (Mat. 4:18-22; Mrk. 1:16-20; Luk. 5:1-11). Pemilihan para murid inilah yang terus diberlakukan oleh orang-orang percaya di segala tempat dan masa.

Pada dasarnya, semua orang percaya dipanggil dan diberi tanggung jawab untuk melayani Tuhan dan sesama sesuai dengan karunia yang diberikan Allah (band. Rm. 12:6-8; I Ptr. 4:10). Walaupun demikian, ada orang-orang yang dipilih secara khusus untuk menjadi pelayan, yang bertanggung jawab mengatur dan menata pelayanan yang dilakukan agar dapat berjalan dengan baik dan teratur. Mereka yang menerima ‘jabatan pelayanan’dipilih pertama-tama atas prakarsa Allah. Pemilihan ini didasarkan pada pemanggilan Allah dan karenanya tugas pelayanan yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan kepada Allah.

Alkitab juga menyaksikan bahwa ada saatnya dilakukan pemilihan kembali untuk menggantikan ‘pelayan’ yang telah dipilih. Pemilihan dan penggantian pejabat pelayanan ini telah dilakukan sejak jemaat Kristen mula-mula. Hal ini sangat menarik untuk ditelusuri lebih mendalam karena dapat menimbulkan berbagai pertanyaan, seperti: mengapa harus ada penggantian pelayan? Apa tujuan diadakannya pemilihan itu? Selanjutnya, tentu akan dipertanyakan pula tentang siapa yang akan dipilih, apakah ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi atau tidak dan cara apakah yang dipakai dalam proses pemilihan tersebut?
Dalam Kisah Para Rasul 1:15-26 kita sudah membahas penggantian pejabat pelayanan dan dalam bacaan kita saat ini Kisah Para Rasul 6, mengedepankan tentang penambahan pejabat pelayanan, dalam hal ini mereka yang bertugas untuk pelayanan meja perjamuan.

Para Rasul sendiri sadar bahwa tanggungjawab dan kerja mereka semakin besar seiring dengan bertambahnya jumlah pengikut Kristus. Para Rasul ingin memusatkan pelayanan mereka pada doa dan firman (lih. ay.4). Karena itu, dipilihlah 7 orang yang ditugaskan khusus melayani meja, terlebih menaruh perhatian besar kepada orang miskin. Mereka adalah Stefanus, Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus.

Mengenai jabatan pelayanan ternyata tidak hanya dibicarakan dan menjadi perhatian gereja mula-mula, karena dalam gereja sekarang pun pembicaraan tentang jabatan pelayanan hangat dibicarakan baik di lingkungan gereja maupun di tengah masyarakat. Karenanya, tidak heran apabila terdapat berbagai pemikiran serta pemahaman yang pro dan kontra sehubungan dengan hal ini. Ada pemikiran dan pemahaman yang dapat dipertanggungjawabkan secara teologis, tetapi ada juga yang tidak. Dalam pengertian, masih ada yang memiliki pemikiran dan pemahaman yang sempit sehubungan dengan hal tersebut.

Apabila kita mencermati pelayanan gereja dewasa ini, maka kita akan mendapati adanya fenomena-fenomena yang muncul, yang mempertanyakan apakah pemilihan pejabat pelayanan (dalam hal ini yang dimaksudkan adalah para pelayan khusus penatua dan diaken) yang dilakukan masih sesuai dengan tujuan, atau telah bermuatan ‘kepentingan’? Apakah para ‘pejabat gereja’ telah memahami apa tugas dan tanggungjawabnya?
Pembacaan Alkitab saat ini, kembali mengingatkan para pelayan Tuhan: Pendeta, Penatua, Diaken, Pengurus Pelka/Pelsus, semuanya adalah dipilih atas kehendak Tuhan. Maka seharusnya jabatan pelayanan itu dipakai untuk melayani dan memuliakan Tuhan. Menjangkau semua umat Tuhan, tanpa membeda-bedakan status, jabatan, harta benda dan sebagainya.

Kita baru saja memasuki pertengahan masa pelayanan kita, karena itu kita didorong untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab pelayanan dengan baik. GMIST sebagai sebuah lembaga memiliki aturannya dalam penentuan, tugas dan tanggungjawab sebuah jabatan pelayanan. Ketaatan kepada lembaga pun menjadi bentuk ketaatan kepada Tuhan. Sebagai lembaga (GMIST), sama halnya dengan organisasi kecil Para Rasul, yang senantiasa memohon tuntunan Tuhan dalam setiap pengambilan keputusannya, termasuk dalam penetapan pejabat pelayanan.

Di samping itu, peran serta seluruh warga jemaat pun diharapkan berperan aktif dalam setiap persekutuan orang percaya, dalam membangun hubungan yang baik dengan sesama dan dalam menopang setiap kegiatan pelayanan. Niscaya apa yang sudah dirintis oleh para Rasul, diteruskan oleh para misionaris/zending, akan senantiasa berakar dalam persekutuan hidup jemaat. Berbagai jabatan pun menjadi komitmen untuk melayani dan membawa banyak orang untuk masuk dalam persekutuan dengan Yesus. (vcls)